Sunday, November 22, 2015

‡ Give or Take ‡

Let me tell you a story.
There is a girl who lives to write and there is a boy who loves to write.

 
☆ ☆ 


7 YEARS AGO.

“Menurutmu, mana yang lebih penting? Cinta atau uang?”
Gerakan kursi ayunan yang mereka nikmati perlahan melambat, seolah ikut larut dalam pikiran keduanya. Yang satu menanti jawaban atas pertanyaannya, yang satu lagi mempertanyakan maksud dari topik baru ini.
Seperti biasa, Frona menjawab pertanyaan sahabatnya dengan santai.
Cinta tidak membuat seluruh keinginan manusia terkabul,” jawabnya kalem, membiarkan ayunan berhenti sepenuhnya. “Hidup ini bukan dongeng dengan ibu peri, jin lampu, ataupun keajaiban yang bisa terjadi karena… Well, kalau kata mereka, cinta sejati.”
Sahabatnya tertawa kecil, menggelengkan kepalanya seolah ia sudah bisa menduga jawaban Frona, “Oh, come on, Fro, bukankah sewaktu kecil kau pasti memimpikan kisah cinta seindah Cinderella atau Putri Salju?”
“Dan karena itulah mereka disebut dongeng. Karena mereka tidak nyata, Fidel,” Frona menolehkan kepalanya, menatap mata pemuda yang sudah mengenalnya sejak di bangku SD. “Dunia ini tidak seindah yang dibayangkan.”
Fidel menggoyangkan kakinya pelan, membuat sedikit dorongan agar ayunan mereka bergerak, “You do have a point. However, Fro, aku rasa manusia tidak bisa hidup dengan baik tanpa cinta. Aku tahu aku terdengar konyol, tapi kau mengerti maksudku kan? Orang tua kita contohnya.”
Wow, wow, hang on there,” Frona memotong kalimat Fidel. “Aku tahu betul aku ada di dunia ini karena kedua orang tuaku saling mencintai. Esensi pertanyaanmu adalah mana yang lebih penting. Cinta ada di posisi kedua tapi itu tidak berarti aku menganggap hidup lebih baik tanpa cinta. Itu dua hal yang berbeda.”
Fidel tertawa lebih lepas dari sebelumnya, “Ya, ya. Hey, we’re writers. Permainan kata memang sangat penting kan dalam diskusi kita? Okay, how about this? Bukankah kita sering mendengar pernyataan bahwa uang itu bisa dicari, tetapi cinta tidak bisa dibeli dengan uang?”
“Aku tidak bermaksud terdengar materialistis tapi, Del, di dunia ini segala sesuatunya membutuhkan modal. Modal yang kumaksud di sini adalah usaha, kecerdasan, dan, tentu saja, uang. Perasaan yang kita sebut cinta juga sama. Usaha kedua belah pihak, kecerdasan untuk memenangkan hati satu sama lain, dan uang untuk memiliki kehidupan yang layak,” mata Frona menerawang langit malam yang penuh bintang. “Konyol jika ada yang lebih memilih cinta, jatuh dalam kesulitan, lalu berpikir bahwa dia tidak ada pilihan lain.”
Malam itu, Fidel hanya tertawa mendengar jawaban Frona.
Malam itu, dua pendapat yang berbeda mengakhiri percakapan.


☆ ☆ 


The story continues.
He gives his time and she takes her time.
Sometimes they wonder if it will ever end.



☆ ☆ 


NOW.

“Menurutmu, mana yang lebih penting? Cinta atau uang?”
Mereka berdua saling bertukar pandang, membiarkan keheningan mengisi diskusi mereka malam ini untuk beberapa detik.
Seperti pertama kali saat mereka membicarakannya dan seperti hampir seluruh hal yang pernah mereka bahas, Frona adalah yang pertama membuka mulut untuk menjawabnya.
“Cinta tidak membuatku sukses menjadi penulis,” tutur Frona, mengangkat gelas berisi wine yang dituangkan oleh sahabatnya dari meja. “Riset dari berbagai sumber yang kupilih dengan cermat dari tabunganku yang membuat impianku tercapai.”
Fidel meletakkan botol wine favoritnya dengan hati-hati, menyindir dengan canda, “Sedikit tidak sesuai dengan kisah romantis yang kau tulis dan membuat pembaca terpikat.”
Let me guess,” Frona menghela nafas, yakin sepenuhnya dengan tebakan yang ia lontarkan. “Kau memilih cinta dibanding uang, karena manusia adalah makhluk sosial. Cinta bukan sesuatu yang bisa diperoleh dengan mutlak sementara uang adalah suatu pencapaian berdasarkan strategi dan perencanaan.”
Fidel tertawa lepas mendengar kata-kata sahabatnya, “Wah, kau memang hebat. Seratus persen tepat, Fro! Bukankah itu benar? I mean, now that you’re a published author, don’t you think so? Kau sukses, bukumu ada di setiap toko buku di negeri ini, orang menanti buku barumu. Kau merencanakan, kau berambisi, kau mendapatkannya.”
“Apa bedanya dengan cinta?” Frona mengangkat bahunya, mendekatkan bibirnya ke gelas. “Asal kau tahu, aku tidak punya pacar karena aku tidak ada niat sama sekali, bukan karena alasan lain.”
Fidel mengangkat tangannya, tanda bahwa dia tidak bermaksud memojokkan Frona, “Hey, aku tidak punya hak untuk mempertanyakan statusmu. Aku sendiri tidak punya pacar kan? Kau tahu perbedaannya, Fro, antara cinta dan uang. Cinta bukan sesuatu yang dinilai dari statistik. Ada sesuatu yang disebut perasaan dan dia tidak punya tolak ukur yang pasti. Oleh karena itu tidak ada mata kuliah Ilmu Cinta kan?”
Hampir tersedak karena kata-kata Fidel, Frona segera meletakkan gelasnya, menahan tawa, “Okay, that’s funny. Mari kita ubah sudut pandang kita sebentar. Anggaplah aku tidak punya rumah sebagus ini lalu aku menikah. Kehidupanku normal, semuanya tercukupi. Mendadak, bomb, terjadilah kecelakaan dan aku sekarat. Uang kami hanya cukup untuk menjalani hari-hari yang biasa dan tidak bisa membayar biaya pengobatan yang sangat besar. Sekarang, apakah sebuah kecupan akan menyembuhkanku?”
“Contoh yang sangat tidak menyenangkan,” Fidel memicingkan matanya, memberikan tatapan tajam yang dibuat-buat. “Kalau itu kasusnya, bukankah itulah alasan kita butuh yang namanya perencanaan? Tabungan? Asuransi? Lagipula-“
Oh please, Fidel, tidak semua orang di dunia ini mendapatkan gaji yang memadai untuk semua rencana yang kau sebutkan,” Frona memotong kalimat sahabatnya. “Oke, karena aku seorang wanita, mari kucoba dengan argumen lain. Jika kau memiliki adik perempuan dan kekasihnya adalah seorang pekerja biasa, tidak memiliki rumah, tidak ada tanda-tanda naik jabatan, dan punya banyak hutang. Apakah kau akan membiarkan adikmu menjalani masa depan dengan pria itu?”
If they do love each other, why not?” Fidel menjawab enteng dan responnya membuat Frona menepuk jidatnya, tidak percaya dengan jawaban yang dianggapnya konyol. “Fro, uang itu bisa dicari, tapi takdir adalah sesuatu yang dipertahankan. Kalau pria yang ia pilih adalah pemalas dan tidak memiliki niat untuk meniti masa depan yang lebih baik, itu lain cerita. Kita memilih pasangan bukan karena kekayaannya kan? Kalau dia memang serius dengan adikku, dia pasti akan memperjuangkan dan membuktikan dia akan menjaga adikku.”
Frona meneguk habis minumannya dan tertawa hampa, “Takdir… You’re such a hopeless romantic, Del. Life is love for you, isn’t it?”
“Dan kau sungguh sarkastis,” Fidel membalas, mengisi gelas Frona kembali. Ia mengisi gelasnya yang juga sudah kosong sebelum topik ini dimulai, “Aku setuju bahwa uang itu penting, tetapi menolak cinta karena alasan materi sungguh sesuatu yang tidak masuk akal. Kutekankan, aku memperhitungkan formulamu yang lain: usaha dan kecerdasan.”
“Aku realistis, bukan sarkastis,” Frona mengoreksi, tidak merasa sakit hati dengan pernyataan yang tajam. “Del, aku yakin tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin hidup kesulitan sementara uang bisa menolong mereka. Daripada itu, bagaimana kalau kau lebih fokus untuk menerbitkan tulisanmu?”
Pertanyaan Frona membuat ekspresi Fidel berubah untuk sepersekian detik sebelum ia merespon singkat, “Ya, kau benar.”
Ada satu perbedaan antara percakapan mereka malam ini dengan tujuh tahun lalu.
“Fro, apakah sekarang kau kesepian?” tanya Fidel mendadak. Seulas senyum tipis terbentuk di bibirnya. Kedua matanya menatap lekat-lekat Frona, menunggu jawaban.
“Maksudmu?” Frona balas menatapnya, jelas tidak paham arah pertanyaannya.
“Kau yang sekarang adalah Cinderella yang sukses. Mimpimu menjadi penulis tercapai, punya sebuah rumah mewah, bisa pergi ke mana pun yang kau mau,” Fidel berdiri, mengenakan jaketnya, bersiap meninggalkan apartemen Frona. “Doesn’t it feel lonely though?
Frona tidak menjawab.
Malam ini, pembicaraan mereka tidak berakhir dengan tawa canda.
Malam ini, pertanyaan tanpa jawab yang menutup diskusi.



☆ ☆ 

They stand in front of two different paths.
And they make their choice.



☆ ☆ 

7 DAYS LATER.

 Hey.
Hey, Fro.”
Kedua sahabat sejak kecil itu bertemu di taman favorit mereka. Matahari mulai bersembunyi dan langit malam menyelimuti. Angin dingin berhembus, membuat Frona menarik jaketnya sedikit lebih erat. Fidel memberi gestur untuk duduk di kursi terdekat dari tempat mereka berdiri.
“Kudengar kau sudah mengirim bukumu ke penerbit,” ujar Frona, melirik Fidel. Sejak percakapan terakhir mereka, ada perasaan janggal yang menghantui Frona dan, untuk pertama kalinya sejak mereka saling mengenal, Frona tidak berani mencari penjelasannya.
“Begitulah,” Fidel menyisir rambutnya dengan jari, menghela nafas. “Anyway, Fro, pernyataanmu dulu, tentang uang adalah modal. Kau masih berpikir seperti itu bukan?”
Frona mengangguk, semakin bingung mengapa Fidel bersikeras kembali ke topik ini. Fidel menatap tanah, tersenyum kecil, “Apakah uang bisa membeli cinta?”
“Dalam cara dan istilah tertentu, iya,” jawab Frona tenang. “Tidak dengan uang tunai tapi, ya, bisa. Kau bahkan pernah mendengar hal konyol seperti pernikahan kontrak atau perjodohan karena uang bukan?”
Fidel tidak tertawa kali ini. Ia meluruskan badannya dan memandang sahabatnya, “Money can buy a status, but not feelings.
“Tapi cinta tidak menghasilkan uang.”
“Tapi cinta adalah alasan mengapa manusia ingin hidup lebih baik.”
“Tapi-“ Frona berhenti bergargumen. Ia menarik nafas, “Del, are you in love with someone?”
“Ya.”



☆ ☆ 

Why do we need to choose when two are one?



☆ ☆ 

7 WEEKS LATER.

Dear Frona, this is for a best friend, from her best friend.
Frona meneliti sampul buku yang ia pegang. Nama Fidel tertulis jelas sebagai nama pengarang buku yang baru akan diterbitkan besok pagi; Frona adalah yang pertama untuk menerima bukunya. Ia sudah pernah membaca draft Fidel sebelumnya sehingga bukan isinya yang membuat dia terkejut. Bukan ceritanya yang membuat Frona tertegun dan segera menelepon sahabatnya.
Halaman ucapan terima kasih di lembar ketiga buku itulah yang membuat perasaannya bercampur aduk.


☆ ☆ 

“This book is dedicated for all people who have supported me.
Dan untuk membuktikan pada seorang sahabat, bahwa cinta adalah alasan kita menjadi lebih baik. Bahwa cinta adalah tujuan kita untuk segala yang kita lakukan.
Kita memberi waktu dan menerima cinta.
This book is for me to tell you that I love you.
Always.”



END

Author’s Note:

Frona (Greek): self-controlled

Fidel (Spanish): faithful, loyal

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta Atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com dan Nulisbuku.com.

0 issues: