Sebuah cerita yang dibuat untuk festival syair mading ketika SMA 2,
tapi akhirnya gk gw publikasikan untuk kelompok jurnalistik gw. Haha.
Tata kalimat dan bahasa yang amburadul harap dimaklumi,
gw paling gk bisa bikin cerpen alias bisanya panjang2,
begitu disuruh bikin yg pendek malah bingung ndiri... -yeah, gw gk pro bikin cerpen-
+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-
Asela El Seffret mungkin putri pertama Kerajaan Zel tapi dia bukan seorang putri yang baik dan bukan putri yang patut dibanggakan. Asela menolak untuk mempelajari tata krama keluarga terhormat, mempelajari tulisan-tulisan kuno, termasuk mempelajari hal-hal yang harusnya dipelajari para gadis pada umumnya. Yang membuat sang Raja semakin marah adalah Asela selalu kabur saat waktunya pelajaran dan menyusup ke tengah-tengah masyarakat biasa.
Itulah yang terjadi hari ini. Seperti biasa, Asela menyusup keluar lewat jendela kamarnya dengan bantuan dayang setianya, Rio. Rio terlihat panik seperti biasanya ketika membantu putri yang diasuhnya sejak kecil. Asela melambaikan tangannya ketika ia telah berpijak di tanah dengan selamat. Tanpa menunggu balasan Rio, Asela langsung membelok ke kiri; bukan ke kanan seperti biasanya.
Jika Asela membelok ke kanan, ia akan masuk ke desa sementara jika membelok ke kiri, ia akan memasuki daerah penyihir istana, Shiar. Shiar tidak pernah mengizinkan siapapun masuk ke daerah kekuasaannya tanpa izin bahkan Raja sekalipun.
Asela yang tidak pernah mendengarkan larangan ayahnya maupun tuntunan gurunya sama sekali tidak ambil pusing dengan masuk ke dalam hutan yang gelap dan menutupi sinar matahari. Asela terus melangkah sampai ia melihat sebuah pondok kecil dari kayu yang memiliki cerobong asap dengan asap mengepul.
Dengan niat berbuat nakal, Asela mendekati pondok itu tanpa suara dan mengintip isi pondok itu dari dalam jendela tetapi ia tidak melihat siapapun di dalam pondok itu sehingga ia masuk ke dalam pondok itu tanpa sedikitpun keraguan dalam hatinya.
Pintu kayu itu berderit agak keras ketika dibuka oleh Asela. Ada 5 lilin yang menyala dan menyinari isi pondok kecil tersebut. Ada kuali yang menggelegak keras dengan cairan berwarna merah darah yang sangat menjijikkan bagi Asela. Asela lebih tertarik untuk melihat tumpukan buku di samping satu-satunya lilin yang berwarna hitam di situ.
Lebih tertarik dengan buku yang terletak di paling bawah tumpukan itu, Asela menarik buku bersampul kulit itu dan hal itu menyebabkan buku-buku di atasnya jatuh ke api lilin dan terbakar. Asela sangat bingung harus berbuat apa tetapi buku-buku itu mendadak berubah menjadi buku yang lebih besar dan lebih tebal lalu menumpuk di buku bersampul kulit yang ingin ditariknya tadi lalu semua buku tersebut hilang dan digantikan buku bersampul hitam dengan tulisan “Jangan Dibaca” pada sampulnya.
Asela yang berjiwa pemberontak ini membaca buku itu dan ia merasa agak senang bisa membaca tulisan itu karena ia sempat rajin belajar saat kecil. Setelah 5 halaman, ia sadar bahwa ia pernah mendengar cerita ini dari ibunya yang sudah meninggal 11 tahun lalu. Asela yakin ini adalah dongeng berjudul “Cahaya Air Mata”.
Tidak seperti biasanya, Asela dengan rajin melanjutkan bacaan itu sambil mengingat-ingat dongeng yang dikisahkan ibunya saat berusia 7 tahun itu:
"Raja sebuah kerajaan yang makmur memungut bayi kecil yang ditinggalkan di depan pintu istananya dan merawatnya seperti anak sendiri. Raja semakin bangga ketika ia tahu anak itu mempunyai kekuatan sihir dan berharap anak itu akan berbakti padanya. Tahun demi tahun dan kekuatan anak itu makin besar dan tak terkendali. Dengan nasehat dan cinta dari ayah dan ibunya, anak itu akhirnya tumbuh menjadi penasehat istana yang baik."
Seharusnya itulah yang diceritakan dalam buku itu tetapi semuanya hanya sama sampai halaman ketujuh di mana kekuatan sihir anak itu berubah menjadi sangat besar hingga mampu merusak dinding istana dengan sangat mudah:
"Anak itu menghancurkan dinding istana hanya dengan sentuhan jari telunjuknya. Sang Raja dan Ratu sangat ketakutan dan berusaha membujuk anak itu agar tetap diam di kamarnya tanpa berbuat sesuatu apapun yang membahayakan.
Begitulah, anak itu menjadi terlantar karena ditakuti oleh semua orang bahkan sang Raja dan Ratu.
Setahun kemudian, lahirlah putri pertama kerajaan tersebut, putri yang sesungguhnya dan sangat dikasihi oleh sang Raja dan Ratu. Anak yang sebelumnya dibesarkan dengan penuh cinta kasih itu marah terhadap semua orang dan memendam benci yang amat dalam pada bayi kecil yang baru lahir dan merebut perhatian semua orang.
Suatu malam, anak berkekuatan luar biasa itu berniat membunuh sang bayi dengan menusukkan pisau beracun. Anak yang baru berusia 5 tahun itu mengukir huruf S di bagian belakang leher bayi tersebut.
Mendadak pintu dibuka oleh salah satu dayang dan ia menangkap anak itu ketika huruf S telah selesai diukir. Dayang itu dilempar dengan kuat dan menghantam dinding. Sang Raja dan Ratu terbangun lalu berusaha menghalangi anak itu melakukan hal yang lebih berbahaya.
Anak itu menangis meraung-raung, menyalahkan semua orang, meminta sang Raja dan Ratu kembali mencintainya seperti dulu. Ratu mendekati anak itu dengan harapan bisa menenangkannya tetapi dalam amarahnya, ia melempar Ratu yang pernah menjadi ibunya itu keluar istana dan Ratu meninggal dalam sekejap.
Raja memerintahkan anak itu untuk diasingkan dan memanggil penyihir istana untuk menyegel kekuatan anak tersebut di dalam hutan di samping istana. Raja meminta bayinya untuk disembuhkan dari racun dan meminta agar anak yang diasingkan itu agar jangan pernah menginjakkan kaki di istana itu lagi."
Belum selesai Asela membaca kisah yang sangat berbeda itu, pintu pondok itu terbuka dan seorang gadis cantik berambut pirang dengan mahkota bunga terpasang di kepalanya masuk ke dalam. Bibirnya yang merah membentuk senyum yang ramah dan ia sangat terkejut melihat Asela.
“Wah, Tuan Putri Asela rupanya,” kata gadis itu.
“Ma-maaf. Apa ini pondokmu? Aku hanya berjalan-jalan dan kulihat tidak ada orang di sini jadi…,” Asela mendadak gugup.
“Tidak apa-apa. Namaku Shiar, penyihir istana. Salam kenal,” kata gadis itu.
“Cerita ini, cerita ini adalah dongeng “Cahaya Air Mata” bukan?” tanya Asela ragu-ragu.
“Begitukah Tuan Putri diceritakan oleh dayang bernama Mary itu?” rambut pirang Shiar berubah menjadi hitam.
“Dayang? Yang menceritakannya adalah ibuku,” kata Asela.
“Biar kuberitahu kenyataannya, Tuan Putri,” mata Shiar berubah menjadi merah. “Ibumu meninggal saat kau sedang akan dibunuh. Ia terlempar keluar dari istana dan mati seketika. Seorang dayang bernama Mary mencoba menggantikan ibumu tetapi ada yang tidak menerimanya. Bagaimana mungkin seorang dayang menggantikan Ratu?”
“Apa maksudmu?” Asela ketakutan.
“Masih belum mengerti juga?” muncul kerutan-kerutan di wajah Shiar. “Akulah anak yang dipungut ayahmu; anak dengan kekuatan luar biasa; anak yang dibuang karena kelahiranmu; anak yang membunuh sang Ratu. Kurasa aku akan menambah cerita itu lagi di mana aku membunuh Tuan Putri.”
“TIDAK!!!” jerit Asela.
***
“Sudah dua tahun sejak meninggalnya Tuan Putri Asela ya?” tanya dayang baru bernama Anna pada Rio.
“Ya begitulah,” kata Rio.
“Hei,” Anna yang sedang mengikat rambut Rio melihat sesuatu di bagian belakang leher Rio. "Ada huruf S di lehermu.”
“Ya, itu luka sejak kecil. Entah apa penyebabnya,” jawab Rio santai.
+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-
Ah... masih ada beberapa lagi sih...
Tp kapan2 ajah d gw post,
suka bingung ndiri gw baca crita bikinan gw... Haha.
+Lyrics of the day+
If it's over let it go and,
Come tomorrow it will seem,
So yesterday, So yesterday,
I'm just a bird that's already flown away
Laugh it off
Let it go and
When you wake up it will seem
So yesterday, So yesterday
Haven't you heard that I'm gonna be okay
(So Yesterday by Hilary Duff)
0 issues:
Post a Comment