Thursday, January 22, 2009

‡ Loving the Imperfections ‡


Mereka telah menikah selama dua tahun.
Sang pria mencintai literatur dan sering mengirimkan hasil pekerjaannya di internet,
tapi tidak ada yang pernah membacanya.

Ia juga menyukai fotografi dan ia menangani foto pernikahan mereka.
Ia sangat mencintai istrinya.
Begitu juga dengan sang istri.

Sang istri memiliki sifat mudah marah dan selalu mengganggunya.
Sang suami adalah seorang pria lembut dan selalu pasrah padanya.

Hari ini, sang istri bertindak kembali.

"Mengapa kamu tidak bisa menjadi fotografer untuk pernikahan temanku?
Ia berjanji akan membayar," kata sang istri.

"Aku tidak punya waktu hari itu,"
jawab sang suami.

"Humph!" sang istri tampak marah.

"Huh?" sang suami bingung.

"Tidak punya waktu?
Kurangi menulis novel-novel itu dan kau akan memiliki seluruh waktu yang kau miliki,"
komentar istrinya.

"Aku...," sang suami terhenti sejenak.
"Seseorang pasti akan menyadari hasil karyaku suatu hari."

"Humph! Aku tidak perduli. Kau harus melakukannya untuk temanku!"
omel istrinya.

"Tidak," jawab sang suami singkat.

"Sekali ini saja?" sang istri mengulang.

"Tidak," sekali lagi sang suami menjawab.


Negosiasi telah gagal.
Jadi ia memberikan peringatan terakhir,
"Berikan aku jawaban 'iya' dalam tiga hari atau..."

Hari pertama, sang istri "menahan" dapur, kamar mandi, komputer, kulkas, televisi, hi-fi...
Kecuali ranjang berdua mereka untuk menunjukkan "kedermawanan"nya.

Tentu saja ia harus tidur di sana juga.
Sang suami tidak keberatan,
selama ia masih memiliki sejumlah uang di kantongnya.

Hari kedua, sang istri menyiapkan serang dan memindahkan seluruhnya dari kantong sang suami serta memperingatkan,
"Carilah bantuan dari luar dan kau akan menanggung akibatnya."

Sang suami gugup sekarang.
Malam itu, di ranjang, ia memohon pengampunan,
berharap istrinya akan mengakhiri keadaan ini.

Sang istri tidak memperdulikannya.
Tidak mungkin aku menyerah, apapun yang ia katakan.
Sampai ia setuju.

Hari ketiga, malam hari, di atas ranjang.
Sang suami berbaring di atas ranjang, melihat ke satu arah.
Sang istri berbaring di atas ranjang, melihat ke arah yang lain.

"Kita perlu bicara," kata sang suami.

"Kecuali jika menyangkut tentang pernikahan itu, lupakan saja," jawab istrinya.

"Ini sesuatu yang sangat penting," balas sang suami.

Sang istri tetap diam.

"Aku ingin kita bercerai," kata sang suami akhirnya.

Sang istri tidak mempercayai pendengarannya.

"Aku mengenal seorang gadis," kata suaminya.

Sang istri benar-benar marah dan ingin memukulnya.
Tapi ia menahannya, ingin ia menyelesaikannya.
Tetapi matanya telah terasa basah.

Sang suami mengambil selembar foto dari dadanya.
Mungkin dari kantong kaos dalamnya,
satu-satunya tempat yang tidak ditelusuri olehnya.
Betapa cerobohnya ia.

"Dia gadis yang baik," sang suami berkata.

Air mata sang istri menetes.

"Sifatnya juga sangat baik," sang suami melanjutkan.

Hatinya sakit karena ia meletakkan foto gadis lain di hatinya.

"Ia berkata akan mendukungku sepenuhnya dalam usahaku untuk literatur setelah kita menikah," lanjut sang suami.

Sang istri sangat cemburu karena ia mengatakan hal yang sama dulu.

"Dia sangat mencintaiku," suaminya berkata lagi.

Sang istri benar-benar ingin bangun dan berteriak padanya, "Apakah aku tidak melakukannya?"

"Jadi, kupikir ia tidak akan memaksaku melakukan sesuatu yang tidak ingin kulakukan," ujar sang suami.

Sang istri terus berpikir, tapi kemarahan tetap tidak menyingkir.

"Mau melihat fotonya yang kuambil?" sang suami bertanya hingga membuat istrinya terdiam.

Ia menunjukkan foto itu ke depan mata istrinya.
Sang istri yang benar-benar marah, memukul tangannya dan meninggalkan tamparan di wajahnya.

Sang suami menghela nafas.
Sang istri menangis.
Suaminya meletakkan foto itu kembali ke kantongnya sementara sang istri menarik tangannya kembali ke bawah selimut.

Sang suami mematikan lampu lalu tidur.
Tetapi sang istri menyalakan lampu kembali.
Suaminya tertidur tapi sang istri kehilangan kantuknya.

Ia menyesal memperlakukan suaminya bagaimana ia pernah memperlakukannya.

Ia menangis kembali, memikirkan tentang banyak hal.
Ia ingin membangunkan suaminya.
Ia ingin berbicara baik-baik dengannya.
Ia tidak mau mempersulitnya lagi.
Ia menatap dada suaminya.
Ia ingin melihat bagaimana penampilan gadis itu.

Sang istri menarik foto itu keluar.
Ia ingin menangis dan ia ingin tertawa.

Itu adalah sebuah foto yang sangat bagus.
Sebuah foto yang diambil sang suami untuk istrinya.
Sang istri membungkuk dan mencium pipi suaminya.

Sang suami tersenyum.
Ia hanya berpura-pura tidur.

__________

Sebuah kisah yang menarik ini gw ambil dari yourlifehappiness.com

Tidak ada yang namanya kesempurnaan dalam diri manusia;
ingin menjadikan pasangan sebagai sosok yang sempurna di mata kita itu mustahil,
tapi kita justru mencintai dengan cara melihat ketidaksempurnaan orang yang kita sayangi dan tetapi mencintainya.

Tidak semudah kita bicara saja memang,
tapi tidak akan ada cinta yang indah jika kau memaksa pasanganmu menjadi sosok yang sempurna bagimu.


"You learn to love, not by finding a perfect person,
but by learning to see an imperfect person perfectly."


+Lyrics of the day+
Everything I say don't come out perfect
And I'm not always the man you want me to be
Baby all those fights I swear they're worth it
Everythings gonna work out one day you'll see

And maybe I can't paint your world in diamons
But I can color you beautiful with the words that I say
And mabye I can't always make you smile
But I catch your teardrops when your not okay
(Perfectly Imperfect by Jake Coco)

0 issues: